Haru Lihat Gerakan Jemari Bayi, Diberi Nama Gabungan
Sherly Juwita, Rahma Sari, Anisa Abdullah dan Musyarofatul Laila telah
mengukir prestasi luar biasa dalam kabin pesawat Merpati MZ 845. Berkat
keberanian dan kerja samanya, persalinan bayi di udara pun berjalan
tuntas.
Cuaca di bandara Timika pada Minggu (6/1) sore itu cukup cerah. Jarum jam menunjukkan pukul 18.00 Waktu Indonesia
Timur. Pesawat Merpati Airline mengudara tanpa hambatan, menuju
Makassar, Sulawesi Selatan, di bawah kendali Capt. Firman Hutapea dan M
Yasin.
Kesibukan empat pramugari pun dimulai. Dari memberikan salam sampai memeragakan alat keselamatan pesawat.
Tepat di ketinggian 32 ribu kaki, di kabin belakang pesawat mulai
terdengar kegaduhan. Bisikan ibu muda, Harmani, pada pramugari Sherly
Juwita cukup mengejutkan. ’’Mbak saya sudah tidak kuat. Punggung saya
terasa sakit,’’ kata Sherly Juwita mengingat bisikan Harmani penumpang
yang duduk di kursi 24 A bersama suaminya, Rudi Hamzah, kepada INDOPOS usai acara Apa Kabar Indonesia Pagi TVOne di Wisma Antara, Jakarta, kemarin pagi.
Wajah tegang Harmani mulai tak tertutupi. Bibirnya menjadi putih.
Matanya penuh kebimbangan. Suaminya, Rudi Hamzah, berusaha memberi
ketenangan. ’’Ibu terasa ingin melahirkan?’’ tanya Sherly meminta
kepastian.
Harmani menganggukkan kepala. Wajah ibu berusia 33 tahun itu
seperti menyeringai. Menahan sakit yang mulai menjalar. Sherly tak mau
ambil risiko. Pramugari yang sudah 17 tahun malang melintang itu pun coba ambil sikap cepat. Melihat bagian bawah perut ibu tersebut.
Bulatan kecil mulai menyembul keluar. Ditambah cairan kental yang menyertai. Menjadi tanda persalinan sudah tak bisa dielakkan.
’’Sabar Bu. Kita bantu persalinan di sini,’’ ungkap Sherly menenangkan. Rahma Sari, Anisa Abdullah dan Musyarofatul Laila langsung bergerak cepat. Menangkap sinyak kepanikan rekannya, Sherly itu. Ketiganya langsung mengambil peran tanpa komando.
Rahma Sari dan Musyarofatul Laila bertugas mempersiapkan proses persalinan. Sedangkan Anisa Abdullah lebih ditugaskan menenangkan seluruh penumpang pesawat.
’’Saya informasikan pada kapten pesawat, kalau ada penumpang yang
perlu tindak persalinan di udara. Itu yang dilakukan pertama,’’ papar
Sherly sebelum memulai tindakan persalinan.
Setelah informasi itu, lanjut Sherly, standar persalinan di udara pun dilakukan. Mulai menyiapkan ruang persalinan di bagian belakang pesawat sampai kebutuhan peralatan medis.
Agar lebih tenang, dia mengaku sempat meminta bantuan dari penumpang yang memang memiliki pengetahuan medis. Karena itu penting menjadi bagian dari standar pertolongan kesehatan di udara.
’’Teman saya, Anisa memberikan announcement permohonan bantuan dari penumpang yang berpengetahuan medis,’’ tuturnya.
Pesawat terus bergerak. Menerobos awan tipis yang begitu
bersahabat. Tanpa guncangan dan getaran sedikit pun. Sherly, Sari dan
Laila mulai bekerja. Mereka bertiga membantu persalinan dengan kemampuan
terbatas. Beruntung ada penumpang bernama Anita. Dia menjadi petunjuk
persalinan. ’’Anita itu sudah lulus keperawatan. Tapi belum berani
praktik saja,’’ ujarnya sambil tersenyum.
Laila lebih dulu mempersiapkan alas untuk persalinan. Kain
pembatas dapur dan kabin tengah itulah yang dijadikan alas. Sedangkan
Sari mempersiapkan peralatan medis yang tersimpan pada lemari kabin
bagian belakang.
’’Saya ingat banget kalau kami bekerja seperti saling teriak. Meminta peralatan medis yang dibutuhkan,’’ papar Sherly.
Pertama kali, dia meminta ibu untuk menempati posisi nyaman. Tiga
kursi pesawat yang berdekatan digunakan sebagai bangsal persalinan.
Sambil terus meminta ibu itu untuk mengatur pernapasan. ’’Di
situlah mulai persalinan. Saya pakai sarung tangan didampingi Sari dan
Laila yang siaga dengan peralatan medis,’’ imbuhnya.
Dengan penuh kesigapan tiga pramugari itu pun bekerja di tengah kondisi pesawat yang padat penumpang. Tak sedikit dari penumpang itu yang ingin menyaksikan persalinan di udara.
Anisa yang bertugas menenangkan penumpang pun bekerja ekstra. Meminta seluruh penumpang tidak panik. Tetap berada pada kursi dan menikmati seluruh perjalanan.
’’Saya kasih makanan dan minuman bagi semua penumpang agar mereka tetap di kursi pesawat,’’ kata Anisa.
Meski demikian, dia mengaku masih ada penumpang penasaran dengan
kabar persalinan tersebut. Satu per satu penumpang bergerak ke lokasi
persalinan. Hanya untuk melihat dan foto bersama.
’’Penumpang tetap saya arahkan untuk kembali ke kursi. Karena prosesi persalinan itu butuh ketenangan,’’ tambahnya.
Lima belas menit berlalu. Tubuh mungil bayi perempuan muncul tanpa
hambatan. Matanya masih diselimuti cairan kental putih bening. Putri
ketiga pasangan asal Maros, Sulawesi Selatan, itu terlahir sehat. Meski
dalam usia janin yang masih muda. ’’Dari surat keterangan dokter di bandara, kehamilan ibu ini sehat. Usianya sekitar 7 bulan kurang,’’ ujarnya.
Sherly dan Anita pun coba memotong ari-ari dan tali plasenta ibu.
Selesai itu bayi langsung diselimuti kain hangat. Sambil terus ditepok
perlahan pada bagian punggung. Tak lama suara tangisan bayi itu pun
terdengar. Memecah kepanikan para penumpang dan awak pesawat. Tepuk
tangan dan wajah senyum pun mulai terlihat.
’’Alhamdulillah bayi ini bisa terlahir. Sehat ya..nak. Sehat. Kita mendarat segera,’’ bisik Lalila sambil memeluk bayi itu.
Keempat pramugari ini
terharu. Air mata bahagia tumpah tanpa tertahan. Desakan tangis
terdengar perlahan. Sambil mata terus menatap pada bayi mungil itu.
Terlebih saat mengetahui jemari bayi itu bergerak, seperti mengucapkan
terima kasih atas pertolongan empat pramugari.
Bibir keempat pramugari itu tak berhenti bersyukur. Mengungkapkan kebahagiaan atas pertolongan Tuhan. Menyelamatkan bayi dalam persalinan yang sangat sederhana.
’’Layaknya persalinan umum. Surat Keterangan lahir harus diberikan. Dan di situ harus ada nama bayi,’’ imbuh Sherly.
Tanpa berpikir panjang, gabungan nama keempat pramgari itu pun digunakan. Bayi mungil itu diberi nama Anisa Lalila Juwita Sari. (*)